Mengapa antara mereka sering harus saling menyakiti, ketika engkau wahai para tuan-tuan berbagi sekantong lezat? Tak adakah pengalaman yang terpetik pada tragedi-tragedi kematian sebelumnya? Ataukah karena tuan-tuan nan tersohor berharap ingin semakin tersohor lagi dengan adanya mereka-mereka yang seperti setan kelaparan mengerumuni tuan-tuan?
Benar, katakanlah mereka bodoh, rakus, tak pernah merasakan sesuap lezat. Tetapi itulah kenyataanya, mereka memang tak seberuntung tuan-tuan. Mereka bukan saling menyakiti sekadar ingin. Tetapi mereka takut melihat kekecewaan di wajah anak-anak yang tengah menanti lezat di rumah.
Apa yang harus mereka jawab, ketika anak-anak bertanya, "Jadikah kita makan lezat?"
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.