Pada lembar-lembar itu, kutemukan senyum-senyummu. Tuk melupakanmu, mungkin sudah semestinya kubuang lembar-lembar itu. Tapi ke mana harus kutemukan senyummu esok, bila kumasih merindukanmu?
Tidak. Biarlah jemari-jemari ini masih menggenggam erat lembar-lembar itu. Biarlah mata ini masih terpaku pada lembar-lembar itu, tuk memeluk senyummu, kendati jiwa ini harus berdarah-darah, hingga akhir hayat.
Sering batin ini tak mampu terus memandang lembar-lembar yang merekam senyum-senyummu, bila merenungkan takdir, nasib, yang ada pada kenyataan. Dan, pun remuk perasaan ini, pada malam berganti malam yang terlewatkan dengan gundah pengikis lelap.
Semakin memandang, semakin merindukanmu. Semakin merindukanmu, semakin terus memandang lembar-lembar itu.
Kamar renung, 2010
so touching..
BalasHapusTq...
BalasHapusTq...
BalasHapus