Mengapa antara mereka sering harus saling menyakiti, ketika engkau wahai para tuan-tuan berbagi sekantong lezat? Tak adakah pengalaman yang terpetik pada tragedi-tragedi kematian sebelumnya? Ataukah karena tuan-tuan nan tersohor berharap ingin semakin tersohor lagi dengan adanya mereka-mereka yang seperti setan kelaparan mengerumuni tuan-tuan?
Benar, katakanlah mereka bodoh, rakus, tak pernah merasakan sesuap lezat. Tetapi itulah kenyataanya, mereka memang tak seberuntung tuan-tuan. Mereka bukan saling menyakiti sekadar ingin. Tetapi mereka takut melihat kekecewaan di wajah anak-anak yang tengah menanti lezat di rumah.
Apa yang harus mereka jawab, ketika anak-anak bertanya, "Jadikah kita makan lezat?"
Jumat, 19 November 2010
Senin, 15 November 2010
Dua Jenis Kepribadian Terburuk
1. Bodoh tetapi galak. Orang demikian tak mampu dan tak mau mendengarkan pendapat orang lain. Mereka selalu memaksa orang lain menerima pendapat konyol mereka. Tak perlu berbicara panjang lebar tentang logika, mereka lebih suka mengandalkan emosi dalam menyelesaikan masalah.
2. Cerdas tetapi licik. Orang demikian mampu tersenyum di depan, tetapi menusuk dari belakang. Mereka sering memiliki ide-ide licik di luar perkiraan orang lain. Mereka tak segan-segan mengorbankan atau mencelakakan orang lain demi diri sendiri.
2. Cerdas tetapi licik. Orang demikian mampu tersenyum di depan, tetapi menusuk dari belakang. Mereka sering memiliki ide-ide licik di luar perkiraan orang lain. Mereka tak segan-segan mengorbankan atau mencelakakan orang lain demi diri sendiri.
Minggu, 14 November 2010
Sebentuk Rindu dan Foto-Fotomu
Pada lembar-lembar itu, kutemukan senyum-senyummu. Tuk melupakanmu, mungkin sudah semestinya kubuang lembar-lembar itu. Tapi ke mana harus kutemukan senyummu esok, bila kumasih merindukanmu?
Tidak. Biarlah jemari-jemari ini masih menggenggam erat lembar-lembar itu. Biarlah mata ini masih terpaku pada lembar-lembar itu, tuk memeluk senyummu, kendati jiwa ini harus berdarah-darah, hingga akhir hayat.
Sering batin ini tak mampu terus memandang lembar-lembar yang merekam senyum-senyummu, bila merenungkan takdir, nasib, yang ada pada kenyataan. Dan, pun remuk perasaan ini, pada malam berganti malam yang terlewatkan dengan gundah pengikis lelap.
Semakin memandang, semakin merindukanmu. Semakin merindukanmu, semakin terus memandang lembar-lembar itu.
Kamar renung, 2010
Tidak. Biarlah jemari-jemari ini masih menggenggam erat lembar-lembar itu. Biarlah mata ini masih terpaku pada lembar-lembar itu, tuk memeluk senyummu, kendati jiwa ini harus berdarah-darah, hingga akhir hayat.
Sering batin ini tak mampu terus memandang lembar-lembar yang merekam senyum-senyummu, bila merenungkan takdir, nasib, yang ada pada kenyataan. Dan, pun remuk perasaan ini, pada malam berganti malam yang terlewatkan dengan gundah pengikis lelap.
Semakin memandang, semakin merindukanmu. Semakin merindukanmu, semakin terus memandang lembar-lembar itu.
Kamar renung, 2010
Sabtu, 13 November 2010
Duka Merapi
Derita ini tak pernah akan membentuk simfoni. Pada debu dan kabut, sudah jiwa ini berlinang gundah dan duka.
Pada kandang busuk itulah, tersimpan harapan-harapan kami. Pada petak sawah itulah, tersimpan senyum kami. Andai kini masih bernafas, maka esok-esok pun tak tahu lagi cara bernafas yang benar, bila kandang dan sawah telah hangus tersiram panas.
Alam, tidakkah kau sudah cemburu terlalu lama? Kapan kau tersenyum? Jiwa ini sudah semakin mengering, oleh marahmu yang terlalu.
Lea Willsen
Kamar renung, 2010
Pada kandang busuk itulah, tersimpan harapan-harapan kami. Pada petak sawah itulah, tersimpan senyum kami. Andai kini masih bernafas, maka esok-esok pun tak tahu lagi cara bernafas yang benar, bila kandang dan sawah telah hangus tersiram panas.
Alam, tidakkah kau sudah cemburu terlalu lama? Kapan kau tersenyum? Jiwa ini sudah semakin mengering, oleh marahmu yang terlalu.
Lea Willsen
Kamar renung, 2010
Duka Mentawai
Kemarin, walau tak memiliki rumah mewah, tetapi pada gubuk tua itu banyak kehangatan. Keceriaan nan sederhana, kerap melukis senyum dan tawa.
Tetapi kini, tanpa menunggu kesiapan mental, bencana datang merenggutnya. Meninggalkan luka fisik dan hati. Luka fisik terasa sakit, namun tak melebihi sakit luka hati akibat ditinggal pergi oleh orang-orang terkasih.
Andai, gubuk tua masih ada, namun siapa lagi yang akan menghadirkan hangat di dalamnya, jikalau orang-orang terkasih telah pergi?
Lea Willsen
Kamar renung, 2010
Tetapi kini, tanpa menunggu kesiapan mental, bencana datang merenggutnya. Meninggalkan luka fisik dan hati. Luka fisik terasa sakit, namun tak melebihi sakit luka hati akibat ditinggal pergi oleh orang-orang terkasih.
Andai, gubuk tua masih ada, namun siapa lagi yang akan menghadirkan hangat di dalamnya, jikalau orang-orang terkasih telah pergi?
Lea Willsen
Kamar renung, 2010
Kamis, 11 November 2010
Kesempurnaan Cinta
Sangatlah manusiawi, dunia tak pernah ada cinta sempurna. Tak pernah ada satu pun cinta yang tak pernah ternoda oleh benci. Dan di situ jualah kau dapat menemukan makna indahnya cinta. Ketidaksempurnaan cinta merupakan salah satu bagian dari kesempurnaan cinta.
-Lea Willsen-
Gambar: int
Selasa, 02 November 2010
Ketika Cinta Membisu Sunyi
Sesungguhnya untuk mengungkapkan sebuah perasaan cinta, tidaklah perlu menanti datangnya kesempatan. Asal tekad dan keberanian telah bersatu kuat, maka kesempatan hanyalah sesuatu yang dapat dengan mudahnya diburu. Sayangnya, sekali pun kesempatan telah ada, yang memutuskan hasilnya adalah perasaan serta reaksi darinya.
Bila ia memiliki perasaan yang sama, maka tentulah ia akan tersenyum kepadamu, setelah mendengar ungkapanmu. Tetapi bila ia tak memiliki perasaan yang sama, dan juga tak ingin memberi harapan, maka ia pun akan memilih untuk lari darimu. Hal itu sudah merupakan hal yang sering terjadi, saat seseorang hendak menolak cinta seseorang.
Diam di tempat, adalah membiarkannya pergi jauh. Bila dikejar, maka takutnya akan lari semakin jauh. Rasa takut demikianlah yang kerap menyebabkan seseorang menjadi kehilangan rasa percaya diri untuk mengungkapkan perasaan cinta, bahkan sekali pun bila kesempatan emas sudah di depan mata tanpa harus diburu. Perjuangan yang sejak semula telah ada pun seolah tiada peran, jika demikian.
Cinta yang tulus memang tak seperti cinta palsu yang dapat dengan mudahnya diungkapkan. Cinta tulus tak terlepas dari tanggung jawab besar hingga masa-masa mendatang. Sedangkan cinta palsu hanyalah sebatas gombal penghibur hati.
Lea Willsen
Kamar renung, 14 September
Senin, 01 November 2010
JAUH
Pun, sayap nan rapuh tercabik...
Hanya oleh sepenggal cinta...
Yang terlukis jauh di surga...
Seketika kupaham...
Tak kuasa makhluk penghuni neraka...
Menjadi pendamping dewi pelukis cinta...
Terlalu jauh...
Ruang hampa pemisah kita...
Hanya oleh sepenggal cinta...
Yang terlukis jauh di surga...
Seketika kupaham...
Tak kuasa makhluk penghuni neraka...
Menjadi pendamping dewi pelukis cinta...
Terlalu jauh...
Ruang hampa pemisah kita...
Kamar renung, 2010
PENAKLUK BERAMBUT PANJANG
Sang penakluk berambut panjang menggedor pintu hati
dengan tarian suara ia menghidupkan debaran cinta
dengan lukisan senyum ia menghancurkan keyakinan
dengan hembusan ramah ia menawarkan sekarung harapan kosong
kekosongan yang tak mungkin terisi
jeritan jiwa membahana mengusik malaikat munafik yang bersemayam di hati
dan tinggallah ketenangan abstrak
kamar sunyi, 18/09/09
CINTA PELEBUR
Api cinta berkobar
seakan hendak meleburkan jiwa dan raga
kendati hampir sudah kulebur tak bersisa
namun tuk mengungkapkannya padamu
kutetaplah manusia yang telah kehilangan kata
kamar renung, 2009
WAKTU
Angka-angka itu terus berputar
dari satu menuju dua belas
dari dua belas kembali ke satu
kembalinya satu tak lagi mengembalikan waktu
kutatap cermin
yang hitam telah memutih
yang kencang telah mengendur
paras sesal sosok bungkuk muncul dalam cermin
kurenung…
mungkinkah waktu memberi kesempatan lagi?
15/7/09
MIMPI
Sesuatu yang dapat membuatmu tak ingin terbangun
terus mengejar
terus berharap
terus berimajinasi
sesuatu yang juga dapat membuatmu terbangun
merasa frustrasi
merasa kecewa
merasa pupus
15/7/09
Langganan:
Postingan (Atom)