Jumat, 31 Desember 2010
Putri Kasih di Jembatan Langit
Aku tak paham
benang cinta terpaut erat di sana
jembatan langit; surga mulia
ada dirimu, sang putri penabur kasih
tuk makhluk-makhluk lara
penghuni neraka dunia
serupa boneka sawah
masa itu sisi manusia terbangunkan
dan hingga kini, cinta tak pernah tertidur lagi
namun adalah lara nan berlinang airmata
ketika boneka sawah t'lah sadar
tangan tak kuasa menggapai
pun hati mesti mengubur perasaan
tapi mengapa?
kabut dingin kian menutupi senyum indahmu
jarak dan perbedaan pun kian terlihat kontras
dan kini, aku terperangkap pada gundah abadi
di mana putih?
di mana hitam?
tapi segalanya abu-abu
membuatku semakin tak paham
untukku, siapa dirimu?
untukmu, siapa diriku?
Lea Willsen
Hari terakhir, 2010
Minggu, 05 Desember 2010
Malam yang Mencintai Pagi
Terkadang, ketika seseorang tak menunjukkan rasa cintanya, bukan berarti dia tak mencintai, melainkan dia tak dapat mencintai.
Dahulu, angin selalu berbaik hati membantu pagi menyampaikan kasih untuk malam. Malam yang menerima kasih pun sangat bersuka cita. Selalu malam menerima kasih tersebut dengan mata yang berbinar-binar.
Hampir setiap hari, pagi selalu menyampaikan kasih untuk malam. Bila sesekali pagi lupa, maka malamlah yang balik menyampaikan kasih untuk pagi, juga lewat angin.
Hingga suatu saat, tanpa sengaja malam bercermin pada danau, dan ia pun terkejut melihat bayangan dirinya yang ternyata begitu gelap dan hitam pekat.
Malam pun bertanya kepada danau, ''Danau! Inikah diriku?"
"Ya..."
Kendati ragu dan segan, namun malam pun kembali bertanya, ''Lalu bagaimana dengan sosok pagi?''
"Kebalikan dari dirimu. Pagi sangat indah dan cerah. Kehadirannya kerap membawakan harapan dan semangat baru untuk para petani. Sedangkan kehadiranmu kerap membawakan kepanikan dan rasa lelah. Para petani tak dapat bekerja lagi. Kendati belum ada beras dan lauk untuk esok, mau tak mau mereka sudah harus berdiam diri."
Ah, benar juga, pagi dan malam serupa dua sisi yang teramat sangat bertolak belakang. Malam pun menangis. Malam menangis bukan karena sosok buruknya, namun malam menangis karena ternyata dirinya teramat kontras dengan pagi.
Padahal, ingin rasanya malam menggenggam erat tangan pagi, tuk berjalan bersama di atas jalan cinta. Namun malam kini sadar, semua itu mustahil, ibarat mengharapkan air terjun mengalir dari bawah ke atas.
"Malam, mengapa kau menangis? Kau mencintai pagi?'' tanya danau.
Malam menghapus airmatanya. "Tidak..."
"Ketahuilah, pagi dan malam tak pernah dapat muncul bersamaan. Kalian tak mungkin berpelukan. Tuhan menciptakan kalian dengan peran yang berbeda..."
"Aku paham... Peran ini tetap akan kulakonkan sesuai kehendak-Nya, kendati menyakitkan. Hingga tiba saatnya roh terpisah dari raga, maka 1000 tahun kelak aku ingin terlahir kembali menjadi malaikat bersayap elok yang dapat terbang tinggi di atas langit, tuk mencari pagi...''
kamar renung, 2010
Dahulu, angin selalu berbaik hati membantu pagi menyampaikan kasih untuk malam. Malam yang menerima kasih pun sangat bersuka cita. Selalu malam menerima kasih tersebut dengan mata yang berbinar-binar.
Hampir setiap hari, pagi selalu menyampaikan kasih untuk malam. Bila sesekali pagi lupa, maka malamlah yang balik menyampaikan kasih untuk pagi, juga lewat angin.
Hingga suatu saat, tanpa sengaja malam bercermin pada danau, dan ia pun terkejut melihat bayangan dirinya yang ternyata begitu gelap dan hitam pekat.
Malam pun bertanya kepada danau, ''Danau! Inikah diriku?"
"Ya..."
Kendati ragu dan segan, namun malam pun kembali bertanya, ''Lalu bagaimana dengan sosok pagi?''
"Kebalikan dari dirimu. Pagi sangat indah dan cerah. Kehadirannya kerap membawakan harapan dan semangat baru untuk para petani. Sedangkan kehadiranmu kerap membawakan kepanikan dan rasa lelah. Para petani tak dapat bekerja lagi. Kendati belum ada beras dan lauk untuk esok, mau tak mau mereka sudah harus berdiam diri."
Ah, benar juga, pagi dan malam serupa dua sisi yang teramat sangat bertolak belakang. Malam pun menangis. Malam menangis bukan karena sosok buruknya, namun malam menangis karena ternyata dirinya teramat kontras dengan pagi.
Padahal, ingin rasanya malam menggenggam erat tangan pagi, tuk berjalan bersama di atas jalan cinta. Namun malam kini sadar, semua itu mustahil, ibarat mengharapkan air terjun mengalir dari bawah ke atas.
"Malam, mengapa kau menangis? Kau mencintai pagi?'' tanya danau.
Malam menghapus airmatanya. "Tidak..."
"Ketahuilah, pagi dan malam tak pernah dapat muncul bersamaan. Kalian tak mungkin berpelukan. Tuhan menciptakan kalian dengan peran yang berbeda..."
"Aku paham... Peran ini tetap akan kulakonkan sesuai kehendak-Nya, kendati menyakitkan. Hingga tiba saatnya roh terpisah dari raga, maka 1000 tahun kelak aku ingin terlahir kembali menjadi malaikat bersayap elok yang dapat terbang tinggi di atas langit, tuk mencari pagi...''
kamar renung, 2010
Jumat, 03 Desember 2010
Mengapa ada orang yang bersedia mencintai orang jelek?
"Mengapa ada orang yang bersedia mencintai orang sejelek itu?"
Apa pendapat Anda ketika mendengar seseorang menanyakan sebaris kalimat di atas? Anda akan setuju, bahwa orang jelek memang sulit dicintai, ataukah Anda memiliki pendapat lain? Apa pun pendapat Anda, jika berdasarkan pribadi penulis, penulis berpendapat bahwa pertanyaan tersebut sangatlah tak manusiawi dan hanya dapat diucapkan oleh seseorang yang krisis kebijaksanaan. Mengapa?
Untuk mengetahui jawaban tersebut, luangkanlah waktu Anda untuk merenungkan, siapa yang ingin jelek di dunia ini? Apakah jelek adalah sebuah pilihan? Apakah yang menyebabkan seseorang terlahir jelek? Dan bagaimanakah perasaan seseorang yang terlahir jelek dan tak dicintai orang lain? Apakah menyenangkan? Tentu tidak, 'kan?
Setelah direnungkan, tentu kita semua akan sadar, jelek bukanlah suatu pilihan empunya. Di dunia ini tak ada seorang pun yang berhak atau mau memilih untuk terlahir jelek. Setiap manusia, baik jelek atau pun cantik, tetaplah merupakan ciptaan Tuhan. Dengan menanyakan sebaris kalimat di atas, berarti seseorang telah menghina Tuhan, lewat ciptaan-Nya.
Bagaimana perasaan seorang jelek bila mengetahui ada orang-orang yang menghina kejelekannya? Tentu menyedihkan, bukan? Oleh karena itu, janganlah pernah menanyakan kalimat di atas, atau pun yang senadanya. Itu tak manusiawi.
Kehidupan akan damai, bukan karena adanya orang-orang berparas cantik, melainkan karena adanya orang-orang berhati cantik. Sama halnya dengan cinta, cinta juga akan terasa indah, bukan karena adanya pasangan berparas cantik, melainkan karena adanya pasangan yang berhati cantik, serta mampu memahami dan mengasihi kita.
Kita sering mendengar kalimat "cinta itu buta". Dan bila berdasarkan 'versi' penulis, perasaan cinta itu ibarat rumput liar, yang berpotensi tumbuh di tanah belahan bumi mana pun, tanpa membeda-bedakan apakah tanah itu cantik atau tidak. Jadi rasanya tentu tak heran dan tak perlu dipertanyakan, bila ada seseorang yang bersedia mencintai seseorang yang jelek. Di balik paras jeles, mungkin saja masih terdapat faktor-faktor lain yang membuat cinta itu tumbuh, 'kan?
Dan justru cinta yang tumbuh berdasarkan ketertarikan fisik itu berbahaya, patut diragukan dan dicemaskan! Mengapa? Ya, cobalah renungkan, kecantikan itu tidaklah kekal. Suatu saat akan layu. Dan akankah cinta menjadi layu juga pada saat itu?
kamar renung, 2010
Apa pendapat Anda ketika mendengar seseorang menanyakan sebaris kalimat di atas? Anda akan setuju, bahwa orang jelek memang sulit dicintai, ataukah Anda memiliki pendapat lain? Apa pun pendapat Anda, jika berdasarkan pribadi penulis, penulis berpendapat bahwa pertanyaan tersebut sangatlah tak manusiawi dan hanya dapat diucapkan oleh seseorang yang krisis kebijaksanaan. Mengapa?
Untuk mengetahui jawaban tersebut, luangkanlah waktu Anda untuk merenungkan, siapa yang ingin jelek di dunia ini? Apakah jelek adalah sebuah pilihan? Apakah yang menyebabkan seseorang terlahir jelek? Dan bagaimanakah perasaan seseorang yang terlahir jelek dan tak dicintai orang lain? Apakah menyenangkan? Tentu tidak, 'kan?
Setelah direnungkan, tentu kita semua akan sadar, jelek bukanlah suatu pilihan empunya. Di dunia ini tak ada seorang pun yang berhak atau mau memilih untuk terlahir jelek. Setiap manusia, baik jelek atau pun cantik, tetaplah merupakan ciptaan Tuhan. Dengan menanyakan sebaris kalimat di atas, berarti seseorang telah menghina Tuhan, lewat ciptaan-Nya.
Bagaimana perasaan seorang jelek bila mengetahui ada orang-orang yang menghina kejelekannya? Tentu menyedihkan, bukan? Oleh karena itu, janganlah pernah menanyakan kalimat di atas, atau pun yang senadanya. Itu tak manusiawi.
Kehidupan akan damai, bukan karena adanya orang-orang berparas cantik, melainkan karena adanya orang-orang berhati cantik. Sama halnya dengan cinta, cinta juga akan terasa indah, bukan karena adanya pasangan berparas cantik, melainkan karena adanya pasangan yang berhati cantik, serta mampu memahami dan mengasihi kita.
Kita sering mendengar kalimat "cinta itu buta". Dan bila berdasarkan 'versi' penulis, perasaan cinta itu ibarat rumput liar, yang berpotensi tumbuh di tanah belahan bumi mana pun, tanpa membeda-bedakan apakah tanah itu cantik atau tidak. Jadi rasanya tentu tak heran dan tak perlu dipertanyakan, bila ada seseorang yang bersedia mencintai seseorang yang jelek. Di balik paras jeles, mungkin saja masih terdapat faktor-faktor lain yang membuat cinta itu tumbuh, 'kan?
Dan justru cinta yang tumbuh berdasarkan ketertarikan fisik itu berbahaya, patut diragukan dan dicemaskan! Mengapa? Ya, cobalah renungkan, kecantikan itu tidaklah kekal. Suatu saat akan layu. Dan akankah cinta menjadi layu juga pada saat itu?
kamar renung, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)