Kamis, 07 April 2011

Gempa, Tiada Takut, Ada Cemas

Hari ini aku mendengar teman di FB menuliskan Medan gempa (benar tidak?). Aku berada di Medan, tapi mengapa aku sama sekali tak merasakannya? Aku sulit percaya. Ah, sepertinya aku terlalu mati rasa ya?!

Tetapi, aku yakin, sekali pun aku merasakannya, untuk aku yang sekarang ini, aku pasti mengabaikannya saja dan tetap melanjutkan apa yang tengah kukerjakan. Aku bukan type orang yang takut mati. Bagiku, kalau seseorang memang sudah tiba waktunya, jangankan karena gempa, duduk tersenyum pun bisa senyum hingga mati. Itu namanya kehendak Tuhan.

Namun, entah mengapa kendati aku tak takut gempa, setiap kali terjadi gempa, aku selalu saja merasa sedih atau cemas dengan orang yang kukasihi.

Ketika aku berusia belasan tahun, pernah terjadi sebuah gempa di tengah malam. Kuperhatikan pintu kamarku bergerak hebat. Dinding berbunyi gemeretak. Sesaat kemudian lampu padam. Seorang kakakku menyerukan harus segera menyelamatkan diri. Akhirnya aku, kakak dan juga Mama menerobos gelap keluar dari rumah, dan juga para tetangga. Ah, celakanya masih ada kakakku yang lain di dalam rumah! Bagaimana ini?!

Ternyata, tak lebih dari 10 detik aku keluar, gempa sudah berhenti. Aku merasa tenang. Tak ada yang perlu dicemaskan lagi kupikir. Segalanya telah berlalu.

Setelah sekian tahun, saat setiap mendengar gempa, tetap saja aku mencemaskan orang yang kukasihi. Hal yang sama juga dirasakan oleh keluargaku. Karena itu, kami sekeluarga sudah berjanji, lain kali bila gempa lagi, tak akan ada yang keluar rumah lagi, sekiranya tidak sama-sama keluar. Coba bayangkan, apa tidak menyedihkan bila ada yang selamat, ada yang tidak? Lebih baik sama-sama tidak selamat, bila tak bisa sama-sama selamat.

Mungkin sebagian orang menganggap ini adalah pemikiran bodoh. Tapi biarlah. Toh, prinsip hidup masing-masing individu memang berbeda 'kan?!

Semua ini datangnya secara refleks dari perasaan, bukan dibuat-buat, dan bukan pula suatu sikap yang dapat dihilangkan begitu saja.

Hingga tulisan ini setengah jadi, sembari online, aku mendapatkan informasi dari internet bahwa ternyata gempa berpusat pada Sibolga, jauh dari tempatku. Pantas saja aku tak merasakannya.

Namun, walau tak merasakannya secara langsung, tadi aku juga sempat refleks merasa tak enak hati saat membaca apa yang dituliskan teman saya di FB.

Sekarang sudah pukul 12.40 tengah malam. Semoga untuk pagi nanti aku tak mendengar adanya korban di Sibolga. Sebagai penutup, kutuliskan sebuah puisi sederhana nan singkat. Berikut:


Aku bukanlah siapa-siapa
yang mampu menentang-Nya
untuk yang kukasihi
aku selalu mengingatmu
setiap kali gempa menghantui
tak pernah berubah
untuk selamanya
ada dirimu dalam doaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar